“Dengan Nama Allah s.w.t. Yang Maha Pemurah Lagi Maha Mengasihani”
Alhamdulillah Ya Allah atas nikmat Iman dan Islam ini walaupun diri ini kadang-kala leka dan alpa dalam mengingati Mu. Selawat dan salam buat idola hatiku yang teramat ku cintai, Nabi Muhammad s.a.w. dan kaum kerabat Baginda. Tidak lupa jua buat para sahabat dan tabi’in sekalian.
Hati ini muhasabah kembali…berjalan, melihat dan mentafsir… Ku melihat hikmah yang tersusun rapi sepanjang pengembaraan ku pada hari ini. Bukannya kebetulan tetapi memang aturanNya. Dan akhirnya, ku tersenyum sendiri dan semakin tenang tika rukuk dan sujud kepadaNya…(^_^)
Ana melihat dua orang pemuda berbangsa arab, datang ke gerai tempat ana berniaga. Sungguh indah ukhuwah itu, mereka berbual mesra ibarat sepasang kekasih. Termenung seketika melihat telatah mereka…ana rindu pada sahabat perjuangan yang sudah tamat belajar..benar-benar rindu…
Rindu untuk bersama dalam gerak kerja da’wah. Bukan bermaksud pimpinan yang sedia ada ini tidak bagus, tetapi perasaan itu tetap lain. Tambahan pula dapat mesej dari sahabat perjuangan yang sudah tamat belajar mendoakan ana moga diri ini terus istiqomah dalam mengislahkan kampus…hati ini bertambah rindu pada mereka semua…
Pernah diri ini mengatakan untuk “undur” diri dari perjuangan ini, hati nekad tika itu untuk letak jawatan dan sudah bersedia untuk berundur. Namun, ramai sahabat-sahabat menolak sekerasnya tika hasrat itu disampaikan pada mereka. Hati ini letih saat itu…jiwaku terseksa…kepenatan yang amat sangat…
Penat dengan semua itu. Bukannya diri ini tidak mampu untuk hadapi mehnah dalam perjuangan kerna di awal perjuangan da’wah ini lagi sudah ku katakan pada jiwa dan hati ini… “perjuangan da’wah ini bukan untuk orang yang manja”.
Diri ini terasa teramat letih tika itu kerna melihat ramai pejuang “gugur” saat diangkat naik menjadi pemimpin. Semakin menjauh dari niat yang asal. Tarbiyah dan istiqomah yang dilaksanakan sebelum ini semakin pudar. Malah nasihat yang diberikan dibalasnya dengan kata-kata sindiran. MasyaAllah..
Seolah-olah diri ini sudah tidak mengenalinya. Terasa keseorangan di kala itu. Mereka membawa fitnah kepada Islam juga persatuan dan kelab-kelab Islamic….dan ana juga terkena tempiasnya…Nauzubillah..
Di saat itulah ku merindui kenangan indah bersama sahabat-sahabat yang sudah tamat belajar.
Alhamdulillah…Allah s.w.t. menguatkan jiwa dan semangat untuk diri ini terus bertahan sehingga kini. Berkat kesabaran dan ujian yang ana lalui, akhirnya ana sudah mampu tersenyum semula pabila pejuang yang dahulunya “kematian” Imannya kembali semula berjuang bersama ana.
Beberapa jam yang lalu…ana terima mesej ini dari seorang sahabat seperjuangan yang ana hormati yang masih setia dengan perjuangan ini walaupun sudah berada di semester akhir…
"Hidup ini indah bila mehnah melanda..bila hati redha tanpa dipaksa...jiwa menangis bila dipuja...itulah jiwa insan yang merdeka bergelar HAMBA..."
~Hubbulhaq~
~Hubbulhaq~
Subhanallah…sungguh indah dan mendalam bait kata-kata ini. Ditambah pula dengan artikel ini. Membuatkan diri ini terpaku dan terkesima sebentar saat membacanya. “Teguran” Allah s.w.t. buat diri ini, hadir dalam keadaan yang cukup berhikmah….(^_^)….
Ana peroleh artikel ini tika melawat blog Hilal Asyraf. Ada seorang yang memberi komen meletakkan artikel ini… selamat membaca…….
XXXXXXXXXXXXX
Pemuda kahfi88 says:
salam..utk perkongsian, recharge our iman.
Ikhwati Fillah,
mari kita renungkan kisah berikut:
“Akhi, dulu ana merasa semangat saat aktif dalam dakwah. Tapi belakangan ini rasanya semakin hambar. Ukhuwah makin kering. Bahkan, ana melihat ternyata ikhwah banyak pula yang aneh-aneh…” begitu keluh kesah seorang kader dakwah kepada murobbinya disuatu malam.
Sang Murobbi hanya terdiam, mencoba terus menggali semua kecamuk dalam diri mad’unya. “Lalu, apa yang ingin antum lakukan setelah merasakan semua itu?” sahut sang murobbi setelah sesaat termenung.
“Ana ingin berhenti saja, keluar dari tarbiyah ini. Ana kecewa dengan perilaku beberapa ikhwah yang justru tak islami. Juga dengan organisasi dakwah yang ana geluti;kaku dan sering mematikan potensi anggotanya. bila begini terus, ana lebih baik sendiri saja..” jawab ikhwah itu.
Sang Murobbi termenung kembali. Tak tampak raut terkejut dari roman wajahnya. Sorot matanya tetap terlihat tenang, seakan jawaban itu memang sudah diketahuinya sejak awal. “Akhi, bila suatu kali antum naik sebuah kapal mengharungi lautan luas, kapal itu ternyata sudah amat buruk. Layarnya banyak berlubang, kayunya banyak yang berlubang bahkan kabinnya bau kotoran manusia. Lalu, apa yang antum lakukan untuk tetap sampai pada tujuan ?” Tanya sang murobbi dengan kiasan bermakna dalam.
Sang mad’u terdiam berpikir. Tak kuasa hatinya mendapat umpan balik sedemikian tajam melalui kiasan yang amat tepat. “Apakah antum memilih untuk terjun ke laut dan berenang sampai tujuan ?”
sang murobbi memberi pilihan. “Bila antum terjun ke laut, sesaat antum akan merasa senang. Bebas dari bau kotoran manusia, merasakan kesegaran air laut, atau bebas bermain dengan lumba-lumba. Tapi itu hanya sesaat. Berapa kekuatan antum untuk berenang sampai ke destinasi? Bagaimana bila ikan yu datang ? Dari mana antum mendapat makan dan minum ? bila malam datang, bagaimana antum mengatasi hawa dingin ? deretan pertanyaan dihamparkan di depan sang ikhwan tersebut.
Tanpa dipinta, sang ikhwan menangis tersedu. Tak kuasa rasa hatinya menahan kegundahan sedemikian. Kekecewaannya kadang memuncak,namun sang murobbi yang di hormatinya justru tak memberi jalan keluar yang sesuai dengan keinginannya.
“Akhi, apakan antum masih merasa bahawa jalan dakwah adalah jalan yang paling utama menuju redha Allah SWT ?” (pertanyaan ini menikam jiwa sang ikhwah. Ia hanya mengangguk.)
Bagaimana bila ternyata kereta yang antum naiki dalam menempuh jalan itu ternyata rosak ? antum akan berjalan kaki meninggalkan mobil itu dijalan, atau mencoba memperbaikinya ? tanya sang murobbi lagi. Sang ikhwah tetap terdiam dalam sesunggukkan tangis perlahannya.
Tiba-tiba ia mengangkat tangannya… “cukup akhi cukup. Ana sadar. maafkan ana, InsyaAllah ana akan tetap istiqomah. Ana berdakwah bukan untuk mendapatkan pingat kehormatan. Atau agar setiap kata2 ana diperhatikan,. Biarlah yang lain dengan urusan peribadi masing-masing. Biarlah ana tetap berjalan dalam dakwah. Dan hanya jalan ini saja yang akan membahagiakan ana kelak dengan dengan janji-janji-Nya. Biarlah segala kepedihan yang ana rasakan jadi pelebur dosa-dosa ana…” sang mad’u berazzam di hadapan sang murobbi yang semakin dihormatinya.
Tersenyum. “Akhi, jama’ah ini adalah jama’ah manusia. Mereka adalah kumpulan insan yang punya kelemahan. Tapi dibalik kelemahan itu, masih amat banyak kebaikan yang mereka miliki. Mereka adalah peribadi-peribadi yang menyambut seruan untuk berdakwah. Dengan begitu, mereka sedang berproses menjadi manusia terbaik pilihan..” papar sang murobbi.
“Bila ada satu dua kelemahan dan kesalahan mereka, janganlah hal itu mendominasi perasaan antum. Sebagaimana Allah ta’ala menghapus dosa manusia dengan amal baik mereka, hapuslah kesalahan mereka di mata antum dengan kebaikan-kebaikan mereka terhadap dakwah selama ini. Karena di mata Allah, belum tentu antum lebih baik dari mereka.
Futur, Mundur, kecewa atau bahkan berpaling menjadi lawan bukanlah jalan yang masuk akal. Apabila setiap ketidaksepakatanselalu disikapi dengan jalan itu.?” sambungnya panjang lebar.
Sang mad’u termenung merenungi setiap kalimat murobbinya. Azzamnya memang kembali menguat. Namun ada satu hal tetap bergelayut dihatinya. “Tapi, bagaimana ana bisa memperbaiki organisasi dakwah dengan kapasitas ana yang lemah ini ?” sebuah
pertanyaan konstruktif akhirnya muncul juga.
“Siapa bilang kapasitas antum lemah ? semua manusia punya kapasitas yang berbeda. Namun tak ada yang bisa menilai bahawa yang satu lebih baik dari yang lainnya !” sahut sang murobbi.
“Bekerjalah dengan ikhlas. Berilah tausyiah dalam kebenaran, kesabaran, dan kasih sayang pada semua ikhwah yang terlibat dalam organisasi itu. Karena peringatan selalu berguna bagi orang yang beriman. Bila ada sebuah isu atau gosip, tutuplah telinga antum dan bertaubatlah. Singkirkan segala ghibah antum terhadap saudara antum sendiri. Dengan itulah, Bilal yang yang mantan budak hina menemukan kemuliaannya….”
Malam itu sang mad’u menyadari kesalahannya. Ia bertekad untuk tetap berputar bersama jamaah dalam mengarungi jalan dakwah. Kembalikan semangat itu sandaraku, jangan biarkan asa itu hilang. Dihempas gersangnya debu ‘wahn’ yang begitu kencangmenerpa. Biarkan amal-amal ini semua menjadi saksi, sampai kita diberi satu dari dua kebaikan oleh Allah SWT yaitu KEMENANGAN ATAU MATI SYAHID.
Ikhwati Fillah,
Jalan ini, seberat dan sesulit apapun itu, seorang mukmin sejati akan senantiasa menikmati dan mencintainya. Dalam
menjalaninya, kita akan dapat merasakan manisnya jalan ini, rasa manis yang akan memudahkan semua kesulitan, meringankan beban berat, menabahkan kita untuk terus menapaki dan mendakinya, dan menjadikan kita ridho terhadap-Nya, bahkan ketika melewati masa terpahit dan hari terberat sekalipun. Kita akan selalu ingatkan siapa saja yang berniat mundur dari jalan ini:
“Sesungguhnya akibat dari pengunduran diri adalah keburukan. Apalagi bagi orang yang telah mengerti kebenaran lalu berpaling dari-Nya. Bagi orang yang telah merasakan manisnya kebenaran lalu tenggelam dalam kebatilan. Sesungguhnya membatalkan janji kepada Allah termasuk dosa yang besar di sisi Allah dan hina di pandangan orang-orang yang beriman..”
Sesungguhnya kita akan menemui masa-masa sulit, masa-masa yang melelahkan, dan berbagai ujian. Padahal kita tengah berada dan berjalan diatas jalan kebenaran dan disibukkan berbagai aktifitas dakwah. Tapi kita meyakini bahwa teguh diatas jalan ini dan sabar menghadapi berbagai aktifitas dakwah. tapi kita meyakini bahwa teguh diatas jalan ini dan sabar menghadapi berbagai cobaan, niscaya kepedihan akan sirna, kelelahan akan hilang, dan yang tersisa bagi kita adalah ganjaran dan pahala…” Kita selau menyadari bahwa sesungguhnya amal islam bukanlah aktifitas sesaat.. amal islami bukanlah aktifitas yang cukup dikerjakan disaat kita memiliki waktu luang dan bisa ditinggalkan saat kita sibuk. Sekali-kali tidak… Amal islami terlalu mulia dan agung.
Sesungguhnya celah tidak akan pernah tertutup… kekurangan tidak akan pernah hilang, dan yang ma’ruf tidak akan pernah terwujud kecuali dengan amal… disinilah peranan kita… wahai saudaraku semua… peranan kita semua. Tentu saja, kata-kata bukan sekedar untuk diucapkan, tetapi ia untuk dipahami dan diamalkan. Kita paham dan sadar bahwa agama ini hanya akan tegak diatas orang-orang yang memiliki azzam yang kuat. Ia tidak akan tegak diatas pundak orang-orang yang lemah dan suka berhura-hura, tidak akan pernah. Tidak akan pernah tegak agama ini hanya dengan ragu-ragu, termangu menjali mimpi tanya tanpa gerak maju,, Tidak akan pernah tegak mimpi ini tanpa kerja nyata dan tercengan jeratan angan hampa.
Ada nasehat yang luar biasa dari Ibnul Qayyim rahimahullah,,, ” Wahai orang yang bersemangat banci..! Ketahuilah, yang paling lemah di papan catur adalah bidak. namun jika ia bangkit, ia bisa berubah menjadi mentri bahkan ’ster’.
Nasehat tersebut sangat mengena buat kehidupan kita… Betapa sering kita memiliki semangat yang banci dalam mengemban dan menapaki jalan ini, bukan semangat yang membaja. Kita hanya mau aktif dalam ‘zona nyaman’. kita menjadi militan karena lingkungan memang membentuk seperti itu, tapi sebenarnya kita rapuh. Kita sering dan mudah sekali mengeluh dan mengeluh.
Padahal kita belum mencoba berbuat sesuatu.
Semoga Allah merahmati orang yang telah mengucapkan kalimat berikut:
“Wahai orang yang meminang bidadari surga tetapi tidak memiliki sepeserpun semangat, janganlah engkau bermimpi, telah sirna manisnya masa muda dan yang tersisa hanyalah kepahitan dan penyesalan.”
Jika kesusahan adalah hujan
Dan kebahagiaan adalah mentari
Kita tetap membutuhkan keduanya
Untuk Melihat indahnya pelangi
Dan kebahagiaan adalah mentari
Kita tetap membutuhkan keduanya
Untuk Melihat indahnya pelangi
Begitulah aku mengibaratkan Ukhuwah ini
Senantiasa saling melengkapi satu dengan lainnya
Dan tak ku nafikan jika ada kekurangan di dalamnya
Karena itulah ruang pemakluman ini begitu terbuka luas untuknya.
Dan aku senantiasa belajar untuk dapat memahaminya semoga begitu juga denganmu….
Senantiasa saling melengkapi satu dengan lainnya
Dan tak ku nafikan jika ada kekurangan di dalamnya
Karena itulah ruang pemakluman ini begitu terbuka luas untuknya.
Dan aku senantiasa belajar untuk dapat memahaminya semoga begitu juga denganmu….